Karimun, metro12news.id – Rudi Harianto harus menempuh jalur pengadilan untuk mempertahankan lahan tanah miliknya yang dibelinya pada tahun 1996 dari Ajenin (almarhum).
Di mana saat ini perkaranya telah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun.
Kuasa Hukum Rudi Harianto yaitu, Eko Nurisman mengatakan bahwa kliennya sebelumnya, mempunyai lahan di daerah bukit Godam yang dibelinya pada tahun 1996 dari bapak Ajenin.
Tahan tersebut dibeli dengan dasar hukum surat sporadik tahun 1996, di mana itu dibeli dengan sah kepada Ajenin.
“Sebelumnya tidak ada permasalahan, kemudian muncullah sekitar tahun 2013 ternyata ada surat sporadik lagi di atas lahan klien kami, terbit sekitar tahun 2011an,” kata Eko Nurisman.
Eko mengatakan, dari surat sporadik itu, pihak yang mengaku dan memiliki surat sporadik itu ditingkatkan menjadi sertifikat.
Atas dasar ini, klien kami merasa keberatan karena sertifikat yang saat ini terbit berdasarkan surat sporadik yang lebih muda dan menjadi tumpang tindih dengan lahan milik klien kami.
“Kita sudah tempuh mediasi baik di Kelurahan, Kecamatan dan BPN. Tapi tidak dapat titik temu, akhirnya kita daftarkan ke pengadilan,” jelasnya.
Sebelum didaftarkan ke pengadilan, Eko menyebut kliennya sudah menyurati ke Kelurahan, Kecamatan untuk mempertanyakan apakah ini terdaftar atau tidak.
“Di tahun 2020 itu Camat Karimun menanggapi surat yang disampaikan klien kami dan mengeluarkan surat yang menerangkan bahwa surat klien kami itu teregister,” ucap Eko.
Namun anehnya, ketika pihaknya mendaftarkan gugatan pada tahun 2021 lawan mengajukan surat ke Kecamatan untuk mengecek surat kliennya. Lalu Camat yang sama mengeluarkan surat keterangan yang menerangkan bahwa surat kliennya tidak teregister.
“Jadi ada dua surat yang dikeluarkan oleh satu pejabat berbeda saling bertolak belakang. Pada tahun 2020 mengatakan surat klien kami teregister, tahun 2021 ketika sudah dipengadilan tiba-tiba mengatakan surat klien kami tidak teregister, nah kan ada hal yang janggal di sini dan menurut kita ini sangat aneh,” kata Eko menambahkan.
Eko menegaskan bahwa, surat tanah yang dimiliki kliennya itu didapatkan dengan legal melalui proses jual beli dan surat-suratnya jelas.
“Karena ada tuduhan bahwa surat klien kami ini palsu, namun setelah dicek berdasarkan keterangan-keterangab saksi yang ada surat itu tidak palsu,” ujarnya.
Eko menuturkan hal tersebut dapat dibuktikan dengan pajabat yang pada saat itu menjabat mulai dari pihak RT Kelurahan dan Camat.
“Karena saksi kami ini sudah lama tinggal di Karimun, ada yang dari tahun 1960 dan tahun 1970 an,” ujar Eko.
Eko menyampaikan, pihak tergugat mengklaim lahan milik kliennya berdasarkan surat grand tahun 1931. Namun hal tersebut dinilai sangat janggal.
Karena kalaupun dia (tergugat) mempunyai surat grand tahun 1931 tentu tergugat dia pasti menggarap lahan itu.
“Tapi kenapa pada tahun 1976 ketika pak Ajenin menggarap itu kan tidak ada komplain. Dan pada saat itu lahan di situ Bakau tidak ada sama sekali digarap orang maupun dikelola orang,” ucapnya.