Karimun, metro12news.id – Praktik ilegal yang melibatkan perdagangan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar di Parit Rampak Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), terus memunculkan kegelisahan.
Kegiatan dugaan penimbunan BBM jenis solar yang dilakukan para mafia ini semakin merajalela di daratan Karimun sebagai medan operasional mereka tanpa terkendali.
Sunaryo SH salah seorang penggiat anti Koprusi, menyebutkan bahwa negara seolah telah menyerah dalam menghadapi mafia BBM ilegal ini.
Bahkan, ia merasa sangat prihatin karena negara tidak bisa berbuat banyak melawan sindikat yang sudah mengakar kuat.
“Negara kita seperti tak berdaya melawan mafia ini. Mereka terus bermain bebas, tanda ada penindakan dari APH setempat untuk menindak praktik ilegal seperti ini,” Sunaryo SH, Senin (7/4/2025).
Sunaryo SH, mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap praktek ilegal ini, yang kini telah menjadi sindikat terorganisir.
Dia menilai wilayah Karimun, yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia di Selat Malaka, seolah telah menjadi lahan subur bagi aktivitas ilegal ini.
“Ini sudah jelas, mereka memanfaatkan celah di wilayah Karimun, yang seharusnya menjadi benteng terdepan NKRI. Seolah perairan ini menjadi wilayah tanpa hukum. Mafia BBM ini bebas beraksi tanpa ada penghalang,” ujarnya.
Praktek ilegal ini sudah menjadi rahasia umum di Karimun yang dengan bebas mengambil keuntungan dari bisnis haram ini.
“Meski memiliki berbagai aparat penegak hukum di laut, seperti Bakamla, Polairud, KPLP, dan Bea Cukai, namun kami merasa seolah ada pembiaran yang sengaja dilakukan. Seperti ada koordinasi yang memungkinkan mafia ini terus bebas beroperasi,” tambah Sunaryo.
Kerugian negara akibat praktek ilegal ini, khususnya yang melibatkan BBM subsidi, sangat besar. Iya menegaskan bahwa ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal keberlanjutan perekonomian negara.
“Kami mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk tidak tinggal diam. Mafia BBM ilegal ini harus dihentikan. (redaksi).