Karimun, metro12news.id- Hari ini, Jumat, 30 Mei 2025, genap sudah 100 hari kepemimpinan pasangan Bupati dan Wakil Bupati Karimun, Iskandar–Rocky. Seratus hari yang seharusnya menjadi pijakan awal menata harapan, malah menjadi deretan catatan merah yang menyisakan tanya: ke mana arah perubahan yang dijanjikan?
Ibarat bunga yang layu sebelum berkembang, kepemimpinan Iskandar di awal masa jabatannya justru diguyur penilaian minus. Bukan dari lawan politik. Bukan dari oposisi. Tapi dari masyarakat sendiri—dari suara hati yang bergema di warung kopi, ruang publik, hingga ruang digital yang penuh dengan keluhan dan kegelisahan.
Alih-alih mendengar kabar baik tentang pencapaian, yang terdengar justru kegaduhan atas banyaknya persoalan lama yang tak kunjung selesai dan janji-janji baru yang belum kunjung ditepati. Masyarakat bertanya, apa makna dari seratus hari kerja ini?
Berikut sederet permasalahan yang kini menjadi bahan pembicaraan hangat di tengah masyarakat:
Tunda Bayar (TB) yang belum juga dibayarkan
Utang BPJS RSUD yang kabarnya mencapai Rp11,5 miliar
Banjir Pelipit yang tak kunjung teratasi
Tiga belas program unggulan yang belum tampak batang hidungnya
TPP ASN yang sering telat dan tak menentu
Gaji guru TPQ yang belum jelas kelanjutannya
Wacana seragam gratis yang entah kapan menjadi nyata
Semua ini bukan sekadar angka dan daftar masalah. Di baliknya ada kehidupan yang terhenti, harapan yang tergantung, dan rakyat yang merasa diabaikan. Ketika keluhan ini disampaikan bukan hanya oleh tokoh atau pengamat, tapi oleh rakyat jelata di tiap sudut Karimun, kita perlu bertanya: apakah pemimpin masih mendengarkan?
Yang lebih mengejutkan lagi, derasnya pemberitaan negatif ini bukan berasal dari media partisan, melainkan dari puluhan media daring yang selama ini berdiri netral. Para wartawan senior dan media arus utama di Karimun kini seakan bersepakat menyuarakan satu hal: masyarakat kecewa.
Seorang tokoh masyarakat Karimun, yang enggan disebut namanya, menyebut situasi ini belum pernah terjadi dalam sejarah pemerintahan daerah Karimun. “Ini bukan lagi suara politik, ini suara rakyat. Kritik yang muncul hari ini bukan karena kalah pemilu, tapi karena mereka sudah terlalu lama menunggu perubahan yang tak kunjung datang,” ungkapnya.
Kasus proyek pembangunan MPP, buruknya pelayanan RSUD Tanjung Batu, hingga rapor merah penyusunan LKPJ dan RPJMD hanyalah sebagian dari gunung es yang mencuat ke permukaan.
Iskandar bukan sosok baru di dunia politik. Justru karena itulah ekspektasi masyarakat tinggi. Janji-janji yang dulu menghidupkan semangat saat Pilkada kini menjadi beban yang harus ditepati. Seratus hari ini adalah refleksi awal, bukan akhir. Tapi jika awal saja sudah goyah, bagaimana nanti langkah ke depan?
Kini masyarakat Karimun menanti tindakan nyata. Bukan retorika, bukan janji baru. Diperlukan kepemimpinan yang tegas, terarah, dan punya keberanian menata ulang pondasi pemerintahan. Berdayakan SDM lokal, libatkan masyarakat, dan hadirkan kebijakan yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat.
Karena sejatinya, rakyat hanya ingin satu hal—pemimpin yang mau mendengar, mengerti, dan bertindak untuk mereka. (red)